Skip to main content

Begini Cara Allah 'Mendidik' :)

Belajar Mendidik dari Sang Maha Pendidik
Ina Salma Febriany

Alhamdulilla>h, seminggu sudah umat Islam di dunia menjalani ibadah puasa. Kini, kita telah memasuki minggu kedua bulan 9 Ramadhan 1441 hijriyah / 2 Mei 2020 masehi yang bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Hari yang banyak menyimpan sejarah tentang sebuah perjuangan pahlawan bangsa merenggut kembali hak belajar agar bisa dinikmati seluruh kalangan bangsa.
Ialah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang lebih kita kenal dengan Ki Hajar Dewantara, pahlawan nasional yang berjuang atas pendidikan di Indonesia. Namanya harum dan  dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Peringatan Hardiknas sendiri bertepatan dengan hari lahir beliau dan ditetapkan setelah adanya Surat Keputusan (SK) Presiden RI No. 305 Tahun 1959 tertanggal 28 November 1959. Ki Hajar berasal dari lingkungan keluarga Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta. Beliau menamatkan sekolah di ELS (Sekolah Dasar Belanda), lalu melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) meski tidak tamat lantaran sakit yang dideritanya.
Kendati melewati masa-masa sulit mengenyam pendidikan, Bapak Pendidikan Nasional ini sangat gigih berjuang terlebih di masa mudanya. Beliau dikenal sebagai aktivis sekaligus jurnalis pergerakan nasional yang pemberani. Ia menjadi wartawan di beberapa surat kabar seperti Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Sementara itu, ia sempat bergabung dengan Boedi Oetomo (BO) di Batavia (Jakarta) pada 20 Mei 1908, kemudian keluar dan mendirikan Indische Partij (IP) bersama Cipto Mangunkusumo serta Ernest Douwes Dekker  yang lebih kita kenal dengan Tiga Serangkai pada 25 Desember 1912. Berkat kegigihan dan kepiawaian Ki Hadjar tersebut, beliau menyampaikan sejumlah kritik melalui tulisan-tulisannya terkait pendidikan di Indonesia yang kala itu hanya boleh dinikmati oleh para keturunan Belanda dan orang kaya saja.
Kegigihan Ki Hadjar Dewantara semestinya menjadi titik balik kita semua bahwa memperingati Hardiknas dengan upacara setiap tahunnya saja tak cukup. Harus ada aksi nyata dari setiap pemangku jabatan, para pendidik, orangtua juga anak didik. Semua harus dilibatkan dalam membangun rencana pendidikan terbaik; bukan hanya baik menurut guru/ pendidik namun juga untuk seluruh siswa dimanapun mereka berada—contoh nyatanya ketika masa pandemi corona hari ini yang masih merajalela.
Kegiatan belajar mengajar (KBM) yang sebelumnya dilakukan secara langsung di sekolah, mengalami perubahan yang ‘mengharuskan’ guru dan anak didik menyesuaikan diri lebih cepat. Mengoptimalkan kecanggihan teknologi menjadi pilihan terbaik lantaran KBM harus dilakukan dalam jaringan (daring/ online). Namun karena satu dan lain hal, KBM dengan sistem online ini masih belum efektif salah satunya karena ketidaksiapan tenaga pendidik maupun keterbatasan akses.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti via keterangan tertulis mengatakan akhir April lalu, sudah menerima 51 pengaduan dari berbagai wilayah, termasuk Jakarta, Bekasi, Cirebon, Tegal, sampai Pontianak terkait dengan KBM Online ini. Beberapa pengaduan tersebut di antaranya, guru yang terus menerus memberi soal sehingga siswa merasa kesulitan sampai masalah pembelian kuota internet yang tidak semua bisa dijangkau oleh orangtua murid. Kiranya, hal tersebut menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi kita semua (bukan hanya tenaga pendidik) di masa pandemi ini.
Corona memang membawa dampak yang sangat signifikan termasuk dalam bidang pendidikan. Namun, kesulitan-kesulitan ini hendaknnya memang tidak dilimpahkan kepada pemerintah/ tenaga pendidik saja, perlu ada peranan dari seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali untuk mau turun tangan peduli dengan pendidikan; wabil khusus orang tua/ keluarga yang bersedia memberikan pendampingan belajar di rumah.
Perubahan KBM dalam bidang pendidikan ini hendaknya juga membuat kita semua sadar betapa kuasa-Nya Allah yang tengah memberikan ‘pelajaran’ tiada hingga melalui Corona. Dialah Rabb, yang Maha Mendidik dan Memberikan Pengajaran. Tak  heran, jika Allah juga menamai Zat-Nya dengan Rabb al-A>’lami>n—Tuhan (Yang Maha Mendidik dan Memelihara) Seluruh Alam Semesta. Contohnya melalui ujian Corona ini.
Melalui Corona, seluruh manusia tengah ‘dididik’ untuk lebih kuat, tegar, sabar dan mau belajar hal-hal baru termasuk menyesuaikan diri dengan cepat atas segala perubahan yang ada. Melalui Corona, kita juga jadi peduli terhadap kebersihan diri, keluarga dan sesama. Melalui Corona pula, masyarakat terlatih empatinya untuk mau bahu-membahu mengurangi beban pemerintah dengan bersama-sama menggalang donasi dan diserahkan kepada mereka yang membutuhkan. MasyaAllah, betapa halus-Nya Rabb mengajarkan kita semua melalui benda kecil (virus) yang luar biasa ini!
Berdiskusi mengenai lafadz Rabb, kata ini sebenarnya adalah lafadz lain dari Allah/ Ila>h/ Rahma>n yang juga bermakna Tuhan, kalimat yang sering terucap ialah misalnya dalam lafadz tahmid/ surah al-Fa>tihah/1: 2 (Alhamdulillahi Rabb al-A>’lami>n) yang menurut sebagaian mufassir, kata Rabb digunakan untuk menunjukkan pujian dan ke-Maha Besaran Allah sekaligus memberikan pengajaran/ pendidikan bahwa hanya Dia Yang Maha Memberi banyak rezeki/ kenikmatan, sehingga manusia diwajibkan untuk bersyukur. Ya, dalam lafadz tahmid itulah Allah memuji diri-Nya (sebab memang hanya Dia yang layak dipuji) sekaligus  ‘mengajarkan’ manusia untuk mau mengucap syukur ketika memeroleh apa yang ia senangi—terlebih juga sesuatu yang kurang/ tidak ia sukai.
Selain itu, bukti bahwa bahwa Allah Maha Mendidik dan Memelihara seluruh makhluk-Nya dirinci melalui penyebutan lafadz Rabb yang sangat banyak disebutkan dalam al-Qur’an beserta derivasi/ perubahannya. Lafadz Rabb misalnya, disebut sebanyak 148 kali. Lafadz Rabban sebanyak 1 kali, Rabbuka/ Rabbika/ Rabbaka sebanyak 242 kali. Kata Rabbukum/ Rabbikum 118  kali, Rabbikuma/ Rabbukuma 33 kali (yang terbanyak dalam surah ar-Rahma>n),  Rabbuna/ Rabbina 111 kali, Rabbahu/ Rabbihi 76 kali, Rabbuha/ Rabbiha 9 kali, Rabbuhum/ Rabbihim 124 kali, Rabbahuma/ Rabbuhuma sebanyak 3 kali, kemudian Rabbi sebanyak 100 kali, Arba>bun (jamak dari lafadz Rabb) 1 kali dan Arba>ban 3 kali.
Betapa banyaknya lafadz Rabb yang tertulis dalam Al-Qur’an bertujuan bahwa hakikatnya Allah tidak hanya menciptakan manusia kemudian meninggalkannya begitu saja. Allah Al-Khaliq Yang Maha Menciptakan, juga memberikan pelajaran, pendidikan sekaligus pengajaran kepada seluruh manusia. Nasaruddin Umar menyebut, penggunaan kata Rabb banyak digunakan di dalam Al-Qur’an, khususnya ayat-ayat Makkiyah. Sementara, ayat-ayat yang turun di Madinah lebih banyak menggunakan nama eksplisit yakni Allah SWT. Ayat-ayat pendek yang tergabung di dalam juz 'Amma pada umumnya menggunakan kata "Rabb". Ayat yang paling pertama contohnya, Qs. al-‘Alaq1-5, Iqra' biismi Rabbik (bacalah dengan nama Tuhanmu), bukan menggunakan Iqra' bi ism Allah (Bacalah dengan nama Allah). Mengapa? Sebab Allah tengah mengajarkan dan mendidik Rasulullah agar mau membaca (keadaan/ situasi), cermat, berhati-hati sekaligus menguatkan jiwa Rasulullah agar lebih teguh bahwa cukup Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Menciptakan—disaat yang sama, ayat ini pula yang mengajak kita semua hamba Allah agar gemar membaca guna menambah pengetahuan.
Dengan demikian, Hardiknas yang bertepatan dengan Corona ini sejatinya momen untuk lebih banyak tafakkur dan bersyukur. Bersyukur sebab Allah tengah memberikan pelajaran yang sangat berharga untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar di rumah demi pendidikan Indonesia yang lebih baik dan terus berkualitas! Ya, sangat banyak cara yang bisa kita gunakan agar KBM di rumah aja menjadi lebih efektif. Pertama, tentu pengoptimalan teknologi maupun teknik mengajar guru (tidak hanya terfokus memberi soal yang banyak, namun mau berperan aktif menjelaskan pada siswa. Kedua, lebih intens lagi membangun komunikasi kepada orangtua murid agar mau berperan terhadap KBM anak di rumah. Terakhir, yang cukup penting guna menunjang proses KBM ialah pendampingan orangtua kepada anaknya ketika belajar di rumah. Beberapa langkah di atas sangat perlu diupayakan mengingat pendidikan adalah urusan bersama, bukan hanya tugas/ tanggung jawab pemerintah dan guru semata!
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin. Wallahu a’lam...

Comments

Popular posts from this blog

Puasa Karena Pengen Masuk Surga, Atau?

Alhamdulillah , dengan penuh suka cita, sebagian besar umat Islam menyambut salah satu bulan mulia ( syahr haram ), bulan rajab yang kian mendekatkan kita ke bulan suci Ramadhan. Ungkapan suka cita itu termanifes dalam beragam bentuk, ada yang lebih rajin mengkaji al-Qur’an, memperbanyak shalat malam, merutinkan sedekah, sampai berupaya puasa sunnah. Terkait berpuasa di bulan Rajab, memang tidak ada ketentuan khusus atau hadits yang dijadikan rujukan. Jikapun ada, hadits itu dha’if (lemah) dan tertolak. Namun demikian, ada satu hadits yang menganjurkan umat Islam untuk merutinkan berpuasa sunnah pada bulan-bulan haram, meski tidak khusus hanya di bulan rajab karena bulan haram itu ada empat yakni Zulqa’dah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab. Bulan haram artinya bulan yang mulia. Allah memuliakan bulan ini dengan larangan berperang. Rasulullah SAW bersabda kepada Abdullah bin Harits yang bertanya tentang puasa sunnah kepada beliau: “ Berpuasalah kamu di bulan kesabaran (Ramadhan), kem...