Belum selesai kepedihan
kita semua tentang banjir yang melanda Ibukota di awal tahun 2020, Indonesia
kembali dicoba dengan kehadiran virus corona dengan segala akibat yang
ditimbulkannya. Bukan hanya seluruh stakeholder daerah yang mengerahkan segenap
tenaga untuk menekan perkembangan virus agar merajalela, pemerintah pusat pun
mengupayakan segala ikhtiar baik membeli ribuan sejumlah rapid test kit dari China, mendatangkan obat-obatan untuk para
korban virus corona, hingga membuat kebijakan-kebijakan demi kemaslahatan
rakyat Indonesia. Belum selesai keletihan fisik-psikis pemerintah—dalam hal ini
Presiden Joko Widodo tentunya— Allah memberikan kejutan di luar dugaan dirinya;
Ibunda beliau kembali keharibaan Allah, Rabu, 25 Maret 2020. Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un..
begitu sayangnya Allah, padamu, Pak Presiden.
Kendati sedang dalam
guncangan batin dan kesedihan yang luar biasa, dalam keterangan pers-nya,
seperti biasa, Presiden tetap terlihat tenang dan apa adanya. Beliau menghimbau
agar para menteri tidak perlu bertakziyah mengunjungi kediaman Ibunda. Cukup memberi
doa dan memaafkan kesalahan almarhumah, ucapnya. Untaian belasungkawa juga
dihaturkan sejumlah pejabat dalam maupun luar negeri kepadanya. Presiden Jokowi
mengapresiasi ucapan-ucapan dukacita untuk sang Ibunda. Ibu yang telah
mengandung, melahirkan, membesarkan hingga sang anak menjadi orang nomor satu
di Indonesia, Masya Allah...
Tak lama setelah
keterangan pers resmi wafatnya almarhumah, baik media tv juga radio mengabarkan
berita duka ini. Tak ayal, media online
pun dibanjiri foto-foto almarhumah Ibunda Jokowi. Tak jemu-jemu saya tatap
wajah almarhumah; perempuan sederhana, bersahaja dan teduh parasnya. Pasti,
bukan persoalan yang mudah membesarkan anak laki-laki yang juga memiliki paras
yang bijak dan tetap tenang—di tengah kemelut yang tengah dihadapi bangsa kita
saat ini. Cerdik emosional, bagi saya. Tentu, karakter-karakter Jokowi yang
begitu khas; merakyat, sederhana, bijak, mau berbaur dan mendengar suara rakyat
jelata— hasil dari didikan seorang ayah dan juga Ibu yang membesarkannya. Seorang
Ibu yang di dalam jiwanya terpancar keharuman dan keelokan surga.
Kawan, saya ingin
mengajak kalian semua melihat lebih dalam peristiwa yang sungguh menggetarkan
hati ini., terlepas dari perbedaan politik
yang membuat intrik dan perpecahan—lupakanlah. Mari kita lihat cobaan
yang dialami oleh Presiden Jokowi; sebagai cobaan yang pasti juga menimpa kita
semua! Cobaan terberat yang dialami seorang manusia lemah ialah ketika
kehilangan salah satu pintu surganya; baik ayah maupun ibu. Sosok ibu, sebagai
pengejawantahan sifat ar-Rahman
dan ar-Rahim-Nya
Allah, ada dalam fisik dan psikis seorang ibu. Siapakah kita tanpa seorang
Ibunda, kawan? Tentu tiada artinya. Kini, Presiden tengah berduka. Duka yang
semoga turut dirasakan oleh segenap rakyatnya juga saya pribadi khususnya; yang
jua terlahir sebagai seorang anak dari ibu luar biasa—sekaligus seorang ibu
dari ketiga anak saya. Sungguh, kehilangan ibunda pasti menyisakan kepedihan
yang luar biasa. Salah satu kesedihan yang juga dilukiskan Al-Qur’an dengan
sangat rapi dalam Qs. Al-Baqarah/2: 155, “Dan
sungguh, Kami akan mengujimu dengan rasa takut, rasa lapar, kekurangan harta
benda, kehilangan jiwa (seseorang), juga kekurangan buah-buahan. Maka, berilah
kabar gembira terhadap orang-orang yang sabar,”
Lima jenis
ketakutan-ketakutan yang pasti dialami oleh kita semua menurut penggambaran
Al-Qur’an di atas, pada hakikatnya bertujuan agar kita mau tunduk, merasa
lemah, kembali, dan tawakkal kepada Allah—bahwa kita tidak mampu berbuat
apapun, di luar kuasa dan kehendak Allah. Meski di saat yang sama, Presiden
Jokowi mengalami dua peristiwa besar sekaligus rasa takut akan bahaya virus
corona yang melanda rakyatnya sekaligus
kehilangan orang yang dicinta! Sungguh, bukanlah perkara yang mudah.
Sebagai penutup, mari kita sama-sama mendoakan almarhumah Sujiatmi
Notomiharjo agar diampuni dosa-dosanya, diterima iman islamnya dan dilapangkan
kuburnya. Terkhusus pula untuk Bapak Presiden Jokowi; semoga Allah berikan ketenangan, ketabahan dan kekuatan untuk
terus melanjutkan hidup dan meneruskan perjuangan. Juga, untuk kita semua yang
telah kehilangan atau masih memiliki kedua orangtua—bersyukurlah. Maksimalkan bakti
dan sayang kita kepada mereka, selagi mereka masih ada. Semoga, kita semua
tercatat sebagai orang-orang yang berhak mencium harumnya surga—melalui pengabdian
kepada kedua orangtua. Aamiin ya Rabbal ‘Alamiin..
Comments
Post a Comment