Skip to main content

Empat Pesan Kebaikan Dari Al-Qur’an


Memasuki minggu kedua bekerja, belajar dan beribadah dari rumah sesuai anjuran Presiden Joko Widodo, ada banyak hal yang mendadak berubah. Pola pembelajaran anaka-anak/ siswa dan mahasiwa yang sebelumnya tatap muka di sekolah menjadi home/ e-learning, system penjualan offline sekarang ramai-ramai beralih ke online. Termasuk pertemuan, meeting, kajian, beralih ke dunia virtual/ maya! Praktis, dalam sekejap, #CoVid19 telah mengubah tatanan hidup masyarakat dunia!
Memang tidak mudah untuk tetap #DiRumahAja terlebih bagi mereka yang harus bekerja/ berikhtiar keluar rumah; para pedagang kaki lima, kurir barang yang tentu harus keluar demi mendapat rupiah, penyedia jasa angkutan online yang mulai sepi orderan hingga tentu para petugas kesehatan yang terus bekerja di garda terdepan. Seakan tak punya pilihan, kita semua yang bisa menyelesaikan pekerjaan di rumah tentu harus bisa sesegera mungkin menyesuaikan diri dalam kondisi rentan ini; termasuk pandai menyesuaikan diri dan disiplin waktu meski bekerja dari rumah.
Godaan demi godaan kerap muncul ketika harus mengubah rutinitas bekerja di luar menjadi di dalam. Godaan makan dan ngemil, godaan anak yang merengek ingin ditemani main, godaan menonton televisi film hingga terlena dengan socmed; lihat-lihat akun yutub, nonton drakor berjam-jam, sampai check dan baca-baca feeds instagram temen/ selebgram sampai nggak terasa waktu habis tiga jam!
Sesungguhnya, kita memeroleh waktu yang sama setiap harinya! Allah amanahkan puluhan jam untuk kita dan dalam kendali kita masing-masinglah ‘amanah waktu’ itu akan bagaimana; produktif dengan banyak menyelesaikan target pekerjaan yang diberikan ataukah mandek, lesu dan tidak terselesaikan.
Sesungguhnya pula, sejak jauh-jauh hari Al-Qur’an telah memberikan tuntunan bagi kita semua mengenai anjuran bekerja. Al-Qur’an melihat konsep bekerja secara meluas tidak hanya terbatas ibadah-ibadah ritual yang sifatnya vertikal (shalat dan lain sebagainya) namun dalam konteks ‘amalan shalihan (perbuatan/ pekerjaan yang shalih) yang lebih makro; bisa dengan berbuat baik kepada sesama, peduli terhadap kebersihan dan kelestarian alam, sampai membuang duri di jalan pun, sesuai sabda Rasulullah, merupakan ‘amal shalih—perbuatan baik, ringan, sederhana yang setiap orang bisa melakukannya.
Dalam konteks ‘amal shalih, ‘amal (yang artinya bekerja) terdiri dari tiga huruf ‘ain, mim dan lam. Lafadz/ kata ‘amalun sangat banyak disebutkan dalam Al-Qur’an dengan derivasi berbeda-beda. Tak kurang dari 399 kata ‘amal disebutkan dalam Al-Qur’an dengan derivasi misalnya  kata ‘amalu (21x), ‘amilat (3), ‘amiltum (1x), ‘amilathu (1x), ‘amilu> (73x), a’mal (4x),  ta’mal (2x), ta’malu>na (83x), na’mal (6x), ya’mal (14x), ya’malu>na (96x), i’mal (2x), i’malu> (9x), ‘amalun (9x), ‘amalan (8x), ‘amaluka (1x), ‘amalukum (4x), ‘amaluhu (5x), ‘amalahum (2x), ‘amalin (1x), a’ma>lun (1x), a’ma>lan (1x), a’ma>lukum (9x), a’ma>luna (3x), a’ma>luhum (30x), a>’milun (1x), ‘a>milatun (1x), ‘a>milu>na (4x),dan ‘amili>na (4x).
Dari sekian banyak lafadz ‘amal beserta derivasinya tersebut, ada satu ayat yang paling mengena yaitu Qs. At-Taubah/ 9: 105 yakni surah yang memerintahkan seluruh manusia untuk ber’amal (bekerja). Perintah dalam ayat ini jelas dengan menggunakan fi’il ‘amr (kata yang menunjukkan perintah), bunyi ayatnya sebagai berikut, “Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Perintah bekerja dalam ayat di atas menunjukkan makna universal; tak terlepas hanya beribadah kepada Allah namun bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan hajat diri sendiri maupun anggota keluarga. Penyebutan secara urut dari Allah, Rasul dan orang-orang mu’min menjadi jelas bahwa bekerja—harus dilandasi niat pertama, hanya karena Allah. Sekalipun mengharapkan balasan manusia (reward; naik jabatan, gaji yang besar), tetap niat bekerja hanya mengharapkan pahala dari Allah harus menempati posisi luhur agar bisa bernilai ibadah. Bekerja dalam perspektif al-Qur’an juga jelas bahwa pekerjaan yang dilaksanakan harus sesuai dengan suyariat dan norma yang berlaku di masyarakat. Sebab, pekerjaan yang baik tentu bukan saja memenuhi kebutuhan jasmani namun juga upaya meraih pahala kebaikan sebagai wujud manusia/ hamba Allah yang beriman.
Perintah bekerja dalam ayat di atas ternyata juga terkait dengan apa yang disebut dalam Al-Qur’an ‘tanggung jawab duniawi’bahwa memang kita semua akan kembali pada Allah dan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak, namun sebagai hamba-Nya  yang beriman dan dibekali akal pikiran, kita harus tetap berusaha, berupaya, berkarya dan bekerja demi menebar kebaikan sekaligus memenuhi kebutuhan. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Qs. al-Qashash/ 28: 77).
Ada empat pesan utama dalam ayat di atas setidaknya sangat jelas. Pertama, tanggung jawab ‘ibadah syariat kepada Allah. Kedua, meski diberi kewajiban beribadah mahdhah kepada Allah, tanggung jawab duniawi untuk berikhtiar tetap tidak boleh ditinggalkan. Ketiga, perintah berbuat kebaikan kepada sesama maupun makhluk hidup lainnya juga alam semesta. Perintah berbuat baik ini sangat berbanding lurus sebagai perintah karena Allah pun telah berbuat baik kepada kita semua dengan tulus. Terakhir, larangan untuk berbuat kerusakan di muka bumi. Sekecil apapun kerusakan meski kita anggap sepele; ‘nyampah’ plastic misalnya, sebisa mungkin, demi kesehatan bumi, yuk dihindari!
Beberapa perintah al-Qur’an di atas nyatanya related dengan kondisi kita saat ini! Meski beribadah, bekerja dan belajar dari rumah, setidaknya tidak menyurutkan anggota tubuh kita untuk terus berbuat baik dan menebar manfaat. Kita bisa mulai dari hal-hal kecil dengan upaya stay at home demi menekan penyebaran virus corona, juga dengan membantu/donasi untuk mereka yang tengah berjuang menyelamatkan nyawa para korban termasuk membantu mereka yang mencari penghasilan di jalan. Banyak hal-hal positif yang tentunya bisa kita lakukan di rumah, kan? So, tetap di rumah dan terus berbuat kebaikan ya!






Comments

Popular posts from this blog

Puasa Karena Pengen Masuk Surga, Atau?

Alhamdulillah , dengan penuh suka cita, sebagian besar umat Islam menyambut salah satu bulan mulia ( syahr haram ), bulan rajab yang kian mendekatkan kita ke bulan suci Ramadhan. Ungkapan suka cita itu termanifes dalam beragam bentuk, ada yang lebih rajin mengkaji al-Qur’an, memperbanyak shalat malam, merutinkan sedekah, sampai berupaya puasa sunnah. Terkait berpuasa di bulan Rajab, memang tidak ada ketentuan khusus atau hadits yang dijadikan rujukan. Jikapun ada, hadits itu dha’if (lemah) dan tertolak. Namun demikian, ada satu hadits yang menganjurkan umat Islam untuk merutinkan berpuasa sunnah pada bulan-bulan haram, meski tidak khusus hanya di bulan rajab karena bulan haram itu ada empat yakni Zulqa’dah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab. Bulan haram artinya bulan yang mulia. Allah memuliakan bulan ini dengan larangan berperang. Rasulullah SAW bersabda kepada Abdullah bin Harits yang bertanya tentang puasa sunnah kepada beliau: “ Berpuasalah kamu di bulan kesabaran (Ramadhan), kem...